Jaksa & Polisi: Saya tuh Berdosa Karena Kamu, Sih!
Membaca koran, menonton TV, mendengar
“pembelaan diri” khususnya dari pihak Kejaksaan, pihak Kepolisian,
serta pihak Penegak Hukum lainnya, benar-benar akan membuat kita
sedih. Paling tidak, saya pribadilah yang sedih. Mengapa?
Pertama, saat ini
manusia Indonesia yang bernama Gayus, sepertinya adalah penyebab
kerusakan moral dan kebobrokan spiritual yang terjadi di dunia Hukum
Indonesia. Gayus ini Bejat, Gayus itu Bangsat, Gayus memang Bajingan,
Gayus si Bulus, Gayus tuh Anjing, Gayus itu Maling, Gayus Manusia
Sampah dsb, dsb dan dsb… Hmmm… Benarkah demikian? Hati-hatilah… Satu
jari menuduh ke orang lain, tiga jari menunjuk ke dalam diri dan si
jempol menjadi saksi perbuatan ini, bukan?
Cepat sekali orang membela dirinya!
Mudah sekali orang menghujat, memaki, mengutuk dan menilai… (sayapun
masih sering demikian he he)
Kedua, bagaimana bisa
para penegak hukum kita, khususnya kasus sekitar Gayus (artinya tidak
semua orang ya…) mempunyai Mindset bahwa “Saya tuh Berdosa Karena
Kamu, Sih”. Saya jadi ikut tergoda deh. Saya bisa jadi begini, karena
ditawari “rejeki” sih. Saya tuh jujur, bisa lupa diri karena diajak
Gayus. Singkatnya, kalo saya masuk neraka itu bukan karena kesalahan
saya, lho. Itu, salahnya Setan yang menggoda saya. Lha, setan itu
ciptaan Tuhan, berarti akhirnya Tuhan yang salah, dong?
Tujuan tulisan ini, hanya untuk
bercermin diri. Minimal untuk saya sendiri. Saya tidak kenal siapa itu
Cirrus Sinaga, siapa itu Gayus, siapa itu Kompor eh Kompol he he he…
Saya hanya ingin berkaca saja. Apakah saya adalah seorang yang…
Bertanggungjawab atas Pilihan Diri Sendiri
Atau saya masuk kelompok orang yang
senang dengan kata “seandainya”. Contoh: Seandainya, kamu tidak
menyogok saya, maka saya tidak akan dipecat. Seandainya saya tidak
dipaksa oleh atasan, saya tidak akan terseret ke pengadilan.
Setuju sekali bahwa kita berada di
dalam sebuah situasi, sebuah sistem, sebuah komunitas, sebuah Korps
yang harus dibela. Namun, ingat. Untuk dibela dengan Benar, bukan
dibela karena Kejahatan, karena Kebodohan, karena Persekongkolan atau
istilahnya Mafioso.
Berat? Ya, memang. Hidup ini hanya pilihan, demi pilihan hidup
saja, bukan? Saat, kita bisa memilih yang mana yang benar dan menolak
mana yang salah, maka hidup kita akan terus melaju ke depan. Sederhana
sekali.
Namun, bukan berarti manusia tidak bisa
salah pilih. Bisa saja. Lalu? Ya, bertanggungjawab saja atas
kesalahan yang diperbuat. Setelah itu, perbaiki dan teruslah melangkah
maju lagi…
Kejahatan Tuh Sederhana Saja, kok!
Ya, kejahatan yang terjadi pada Gayus
itu sederhana saja. Bukan persoalan yang besar. Namun, menjadi besar
karena banyak uang besar disana he he… Jumlah uang menentukan
kebesaran sebuah kejahatan, kira-kira demikianlah logikanya. Saya
bukan ahli korupsi dan sejenisnya, jadi saya tidak mau membahas soal
hukum disini.
Buat saya, pakai logika sederhana saja untuk belajar proses kejahatan tersebut.
Pasti Ada yang Meng-order
Ya, mana mungkin orang jujur takut
dengan orang pajak. Kalau saya benar, buat apa saya nyogok. Kalo orang
pajak minta uang, maka itu sebuah kemenangan buat saya sebagai wajib
pajak. Nah, ketahuan deh. Hmmm… ketangkep basah deh… Buat saya
sederhana saja, kalo saya benar, saya berani melawan apapun!
(termasuk membongkar kasus
Kejahatan Hipnoterapis Cabul, yang tulisannya sebentar lagi saya
posting di website ini. Walau banyak tekanan dari para Senior
Hipnoterapis, saya maju terus aja. Bila kita benar, mengapa harus
takut! Yok, buktikan semuanya di depan hukum… Tunggu bentar lagi ya,
artikelnya). Lanjuuut…
Jadi, tidak mungkinlah kejahatan ini
muncul jika laporan pajaknya benar. Karena tahu banget mau
“dibenarkan”, maka dibuatlah Surat Penawaran Permohonan agar dibantu
he he…
Pasti Ada yang Memberi
Mana ada doa yang langsung dikabulkan
Tuhan? Walau katanya doa orang miskin itu manjur, namun belum ada
contoh nyata seseorang berdoa tiba-tiba ditransfer uang miliaran ke
rekeningnya he he… Sekaligus rumah mewah di Kelapa Gading, kecuali doa
si Gayus he he… Artinya pasti ada yang memberi. Pasti bukan Tuhan,
juga pasti bukan Setan. Yang pasti, dari manusia. Dari orang yang
punya uang. Orang yang minta tolong agar pajaknya “dirapikan”.
Sederhana sajalah…
Pasti Ada yang Menerima
Karena ada yang memberi, pasti ada juga
yang menerima. Siapa yang salah? Gak tauk juga! Tidak ada yang salah,
menurut hukum mereka. Hanya bisa jadi masalah, jika Gayus tidak mau
menerima “doa” tadi. Jadi, harus ada yang “berani” menerima uang jasa
merapikan laporan pajak tadi. Harus ada, itu hukumnya.
Belajar dari Sebuah Kejahatan
Yok, kita kembali ke tujuan awal
tulisan ini. Sekali lagi ini bukan soal Gayus, soal Cirru, soal Pajak,
soal Hukum, soal Penjara, soal Hukum, soal Kabur, soal Tenis he he…
Ini soal diri. Ini soal bagaimana saya bisa belajar dan bertumbuh dari
sebuah kejadian, yang mungkin menurut orang banyak, itu adalah sebuah
kejahatan. Sesuatu yang harus dihindari. Karena menjijikan, karena
haram, karena sampah. Silakan saja…
Namun, buat saya Gayus adalah Guru
kehidupan. Banyak hal tertutup yang terbuka, banyak sistem macet yang
terkuak, banyak manusia “suci” yang terhenyak, banyak aturan “ngawur”
yang ketahuan, banyak permainan yang diketahui, banyak “penjahat baik”
yang dipenjara, banyak jaksa “baik” yang ikut terpeleset, banyak
polisi “sederhana” yang beneran jadi sederhana. Banyak hal yang dapat
ditarik nafas hikmahnya. Sungguh, sangat banyak…
Ternyata, akupun pernah (baca sering) jadi Gayus…
Astaga, Gayus! Ternyata akupun pernah
bahkan sering sekali jadi Anda. Aku pernah berbohong. Aku pernah
menyuap pejabat pemerintah, walau itu hanya pembuat KTP. Atau, aku
menyogok polisi di jalanan agar tidak ditilang. Aku ini ternyata
pernah, bahkan sering juga jadi bajingan. Akupun sering keliru antara
ngomong bangsa atau bangsat. Ah, akupun kotor. Tidak hanya engkau
Gayus.
Bahkan, kalo mau jujur. Aku lebih kotor
darimu. Hanya saja, kau tertangkap, aku tidak he he… Kau sial, aku
belum. Kau dikorbankan, aku tidak. Karena aku dipecat dari kantorku hi
hi… Sungguh, akupun pernah jadi Gayus. Bahkan, mungkin sampai
sekarang masih ada tersimpan mental Gayus di dalam diriku. Aku harus
sungguh hati-hati. Aku harus terus waspada, eling… Ampunilah aku ini
ya Allah…
Kekeliruan adalah Sebuah Peluang Besar
Bila kita mau bertanggungjawab akan
setiap perbuatan keliru yang pernah kita lakukan, maka hal itu akan
jadi peluang. Ya, sebuah peluang yang sangat besar untuk menjadi
Turning Point, Titik Balik, Putar Arah, Hitam ke Putih dalam kehidupan
ini. Namun, bukan berarti masalah itu selesai. Masalah itu
dipertanggungjawabkan agar selesai.
Kekeliruan adalah sebuah peluang.
Sebuah kesempatan, sebuah momentum untuk perubahan. Siapa yang berani
mengambil kesempatan ini, dialah yang akan jadi pemenang dalam
kehidupan ini. Minimal untuk dirinya sendiri…
Akupun pernah mengalaminya, maka aku berani melanjutkan cerita ini.
Mandilah di Air Pancuran
Setelah tekad untuk balik arah tersebut
diambil, setelah kekeliruan tersebut dipertanggungjawabkan, setelah
pencanangan bahwa akulah yang bertanggungjawab atas semua ini, maka
akan lebih mudah kita mandi ke air pancuran. Akan lebih mudah kotoran
diri ini dicuci. Akan lebih gampang lepas daki di kulit tangan ini.
Ambil pasir di pantai, gosoklah seluruh tubuh ini, lalu mandilah di
ombak dengan kegembiraan. Yakinlah, Allah maha pemaaf dan maha
pengampun.
Kubuang semua dunia.
Kubuang barang yang membuat pundakku berat. Kelepas semua baju yang membuatku bangga. Kukembalikan yang bukan namaku.
Biar aku tidak ada apa-apa. Kusiram kepala ini dari mabuk dunia. Lebih segar agar aku bisa terbangun. Aku tabok pipiku agar aku sadar.
Hidup ini ada batas. Ada waktu. Ada umur.
Repotnya setiap hari semakin pendek.
Makin bernafas, makin sedikit.
Kusadari aku tersesat. Kusadari jalan ini salah. Aku harus berhenti. Aku harus kembali. Ke jalan awal. Walau itu titik mulai.
Namun lebih baik mulai lagi dari awal.
Dibandingkan keteruskan salah jalan ini.
Karena akhirnya hidup ini adalah perjalanan.Terlalu banyak jalan yang bisa menyesatkan. Terlalu banyak pilihan yang membingungkan.
Namun, saat aku sadari aku di jalan salah.
Aku punya peluang untuk pindah jalan.
Semoga pengalaman salah ini berhikmah.
Untuk orang yang berada di belakangku.
Agar tidak mengikutiku yang salah.
Banyak jalan yang lebih baik. Banyak cara yang lebih putih. Banyak kendaraan yang bersih.
Namun, ijinkan aku memilih berjalan kaki.
Agar aku bisa bermandikan peluh.
Dengan berpeluh, aku bisa bersyukur.
Bahwa Engkau masih cinta daku.
Engkau selalu maafkan aku.
Engkau sungguh maha pencinta.
Ijinkan aku pulang telanjang. Ijinkan aku pulang telanjang.. Ijinkan aku pulang telanjang…
Dan…
Telanjanglah sebelum pulang…
Telanjanglah sebelum berpulang…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar