Undang-Undang
Dasar 1945 mengamanatkan bahwa Negara wajib melayani setiap warga
negara dan penduduk untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Seluruh kepentingan publik harus
dilaksanakan oleh pemerintah sebagai penyelenggara negara yaitu dalam
berbagai sektor pelayanan, terutama yang menyangkut pemenuhan hak-hak
sipil dan kebutuhan dasar masyarakat. Dengan kata lain seluruh kepentingan yang menyangkut hajat hidup orang banyak itu harus atau perlu adanya suatu pelayanan.
Pemerintah
mengandung arti suatu kelembagaan atau organisasi yang menjalankan
kekuasaan pemerintahan, sedangkan pemerintahan adalah proses
berlangsungnya kegiatan atau perbuatan pemerintah dalam mengatur
kekuasaan suatu negara. Penguasa dalam hal ini pemerintah yang
menyelenggarakan pemerintahan, melaksanakan penyelenggaraan kepentingan
umum, yang dijalankan oleh penguasa administrasi negara yang harus
mempunyai wewenang. Seiring
dengan perkembangan, fungsi pemerintahan ikut berkembang, dahulu fungsi
pemerintah hanya membuat dan mempertahankan hukum, akan tetapi
pemerintah tidak hanya melaksanakan undang-undang tetapi berfungsi juga
untuk merealisasikan kehendak negara dan menyelenggarakan kepentingan
umum (public sevice).
Perubahan paradigma pemerintahan dari penguasa menjadi pelayanan, pada
dasarnya pemerintah berkeinginan untuk meningkatkan kualitas pelayanan
publik kepada masyarakat.
Penyelenggaraan
pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah itu masih dihadapkan
pada sistem pemerintahan yang belum efektif dan efisien serta kualitas
sumber daya manusia aparatur yang belum memadai. Hal ini terlihat dari
masih banyaknya keluhan dan pengaduan dari masyarakat baik secara
Iangsung maupun melalui media massa. Pelayanan publik perlu dilihat
sebagai usaha pemenuhan kebutuhan dan hak-hak dasar masyarakat. Dalam
hal ini penyelenggaraan pelayanan publik tidak hanya yang di
selenggarakan oleh pemerintah semata tetapi juga oleh penyelenggara
swasta.
Pada
saat ini persoalan yang dihadapi begitu mendesak, masyarakat mulai
tidak sabar atau mulai cemas dengan mutu pelayanan aparatur pemerintahan
yang pada umumnya semakin merosot atau memburuk. Pelayanan publik oleh
pemerintah lebih buruk dibandingkan dengan pelayanan yang diberikan oleh
sektor swasta, masyarakat mulai mempertanyakan apakah pemerintah mampu
menyelenggarakan pemerintahan dan atau memberikan pelayanan yang bermutu
kepada masyarakat.
Sudah
sepatutnya pemerintah mereformasi paradigma pelayanan publik tersebut.
Reformasi paradigma pelayanan publik ini adalah penggeseran pola
penyelenggaraan pelayanan publik dari yang semula berorientasi
pemerintah sebagai penyedia menjadi pelayanan yang berorientasi kepada
kebutuhan masyarakat sebagai pengguna. Dengan begitu, tak ada pintu
masuk alternatif untuk memulai perbaikan pelayanan publik selain
sesegera mungkin mendengarkan suara publik itu sendiri. Inilah yang akan
menjadi jalan bagi peningkatan partisipasi masyarakat di bidang
pelayanan publik.
Penyelenggaraan
pelayanan publik yang buruk di Indonesia selama ini telah menjadi
rahasia umum bagi setiap masyarakat sebagai penerima layanan, ungkapan
ini tidaklah berlebihan ketika melihat fakta bahwa hak
sipil warga sering dilanggar dalam proses pengurusan identitas penduduk
seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP). Pembuatan KTP yang seharusnya
mudah, dipersulit dengan banyaknya meja dan rangkaian prosedur yang
harus dilalui. Keluhan-keluhan seperti inilah yang sering muncul dari
masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik terutama dari
rendahnya kualitas penyelenggaraan pelayanan publik.
Pelayanan
publik masih diwarnai oleh pelayanan yang sulit untuk diakses, prosedur
yang berbelit-belit ketika harus mengurus suatu perijinan tertentu,
biaya yang tidak jelas serta terjadinya praktek pungutan liar (pungli),
merupakan indikator rendahnya kualitas pelayanan publik di Indonesia. Di
mana hal ini juga sebagai akibat dari berbagai permasalahan pelayanan
publik yang belum dirasakan oleh rakyat. Di samping itu, ada
kecenderungan adanya ketidakadilan dalam pelayanan publik di mana
masyarakat yang tergolong miskin akan sulit mendapatkan pelayanan. Sebaliknya,
bagi mereka yang memiliki “uang“, dengan sangat mudah mendapatkan
segala yang diinginkan. Untuk itu, apabila ketidakmerataan dan
ketidakadilan ini terus-menerus terjadi, maka pelayanan yang berpihak
ini akan memunculkan potensi yang bersifat berbahaya dalam kehidupan
berbangsa. Potensi ini antara lain terjadinya disintegrasi bangsa,
perbedaan yang lebar antar yang kaya dan miskin dalam konteks pelayanan,
peningkatan ekonomi yang lamban, dan pada tahapan tertentu dapat
meledak dan merugikan bangsa Indonesia secara keseluruhan.
Birokrasi
pada pemerintahan sebagai penyelenggara pelayanan publik sering atau
selalu dikeluhkan karena ketidak efisien dan efektif, birokrasi sering
kali dianggap tidak mampu melakukan hal-hal yang sesuai dan tepat, serta
sering birokrasi dalam pelayanan publik itu sangat merugikan masyarakat
sebagai konsumennya. Hal ini sangat memerlukan perhatian yang besar,
seharusnya birokrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik itu
memudahkan masyarakat menerima setiap pelayanan yang diperlukannya,
seharusnya pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan terhadap
masyarakat itu mempermudahkannya, bukan mempersulit.
Penyelenggaraan
pemerintahan ditujukan kepada terciptanya fungsi pelayanan publik,
pemerintahan yang baik cenderung menciptakan terselenggaranya fungsi
pelayanan publik dengan baik pula, sebaliknya pemerintahan yang buruk
mengakibatkan fungsi pelayanan publik tidak dapat terselenggara dengan
baik. Dalam hal ini juga pemerintah diperbolehkan untuk melakukan
intervensi dalam kehidupan masyarakat dengan konsep negara kesejahteraan
(welvaartstaat)
melalui instrumen hukum yang mendukungnya, hal ini boleh dilakukan agar
dapat terlaksananya pelayanan publik dengan baik serta terciptanya
kesejahteraan bagi masyarakat. Sebagai konsumen dalam pelayanan publik welvaartstaat ini sangat berkaitan dengan kebijakan pemerintah sebagai penyelenggara dalam pelayanan publik.
Sebelum lahirnya walvarestaat ada yang disebut atau dikenal dengan nachtwachkerstaat
(negara penjaga malam), dalam tipe negara ini, negara tidak dibenarkan
untuk campur tangan dalam penyelenggaraan kepentingan rakyat. Dikatakan
sebagai nachtwachkerstaat
karena negara bertindak hanya sebagai penjaga malam saja, artinya negara
hanya menjaga keamanan semata-mata, negara baru bertindak apabila
keamanan dan ketertiban terganggu. Dalam hal ini negara tidak mencampuri
segi-segi kehidupan masyarakat, baik dalam segi ekonomi, sosial,
kebudayaan dan sebagainya, sebab dengan turut campurnya negara kedalam
segi-segi kehidupan masyarakat dapat mengakibatkan kurangnya kemerdekaan
individu. Akan tetapi dikarenakan oleh tuntutan masyarakat menghendaki
faham ini tidak dipertahankan lagi, sehingga negara terpaksa turut
campur tangan dalam urusan kepentingan rakyat.
Dalam penyelenggaraan pemerintahan telah terjadi pergeseran paradigma dari rule government menjadi good governance, dalam paradigma dari rule government
penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik
senantiasa menyandarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sementara prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance)
tidak hanya terbatas pada penggunaan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, melainkan dikembangkan dengan menerapkan prinsip
penyelenggaraan pemerintahan yang baik yang tidak hanya melibatkan
pemerintah atau negara semata tetapi harus melibatkan intern birokrasi
maupun ekstern birokrasi. Citra buruk yang melekat dalam tubuh birokrasi
dikarenakan sistem ini telah dianggap sebagai tujuan bukan lagi sekadar
alat untuk mempermudah jalannya penyelenggaraan pemerintahan.
Kenyataannya, birokrasi telah lama menjadi bagian penting dalam proses
penyelenggaraan pemerintahan negara.
Sistem kepemerintahan yang baik adalah partisipasi, yang menyatakan semua institusi governance memiliki suara dalam pembuatan keputusan, hal ini merupakan landasan legitimasi dalam sistem demokrasi, good governance
memiliki kerangka pemikiran yang sejalan dengan demokrasi dimana
pemerintahan dijalankan sepenuhnya untuk kesejahteraan dan kemakmuran
rakyat, dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Pemerintah yang
demokratis tentu akan mengutamakan kepentingan rakyat, sehingga dalam
pemerintahan yang demokratis tersebut penyediaan kebutuhan dan pelayanan
publik merupakan hal yang paling diutamakan dan merupakan ciri utama
dari good governance.
Salah
satu fungsi penyelenggaraan pemerintahan yang dilakukan oleh aparatur
pemerintah adalah pelayanan publik. Peraturan perundangan Indonesia
telah memberikan landasan untuk penyelenggaraan pelayanan publik yang
berdasarkan atas Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB). Pasal 3
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dari Korupsi, Kolusi Dan
Nepotisme menyebutkan asas-asas tersebut, yaitu Asas Kepastian Hukum,
Transparan, Daya Tanggap, Berkeadilan, Efektif dan Efisien, Tanggung
Jawab, Akuntabilitas dan Tidak Menyalahgunakan Kewenangan. Asas ini
dijadikan sebagai dasar penilaian dalam peradilan dan upaya
administrasi, disamping sebagai norma hukum tidak tertulis bagi tindakan
pemerintahan. Meskipun merupakan asas, tidak
semuanya merupakan pemikiran yang umum dan abstrak, dan dalam beberapa
hal muncul sebagai aturan hukum yang konkret atau tertuang secara
tersurat dalam pasal undang-undang serta mempunyai sanksi tertentu.
Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (algemene beginselen van behoorlijk bestuur) ini
menjadi landasan dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Asas ini
merupakan jembatan antara norma hukum dan norma etika yang merupakan
norma tidak tertulis, Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB) merupakan suatu bagian yang pokok bagi pelaksanaan atau realisasi Hukum Tata Pemerintahan atau Administrasi
Negara dan merupakan suatu bagian yang penting sekali bagi perwujudan
pemerintahan negara dalam arti luas. Asas ini digunakan oleh para
aparatur penyelenggaraan kekuasaan negara dalam menentukan perumusan
kebijakan publik pada umumnya serta pengambilan keputusan pada
khususnya, jadi Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB) ini diterapkan secara tidak langsung sebagai salah satu dasar penilaian.
Asas
ini merupakan kaidah hukum tidak tertulis sebagai pencerminan
norma-norma etis berpemerintahan yang wajib diperhatikan dan dipatuhi,
disamping mendasarkan pada kaidah-kaidah hukum tertulis. Hal ini tidak
menutup kemungkinan bahwa beberapa asas diantaranya dapat disisipkan
dalam berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan dan menjadi tolok
ukur bagi hakim dalam hal mengadili perkara gugatan terhadap pemerintah
mengenai perbuatan melawan hukum oleh penguasa. Asas ini juga dapat
dipahami sebagai asas-asas umum yang dijadikan sebagai dasar dan tata
cara dalam penyelenggaraan pemerintahan yang layak, yang dengan cara
demikian penyelenggaran pemerintahan itu menjadi lebih baik, sopan,
adil, terhormat, bebas dari kezaliman, pelanggaran peraturan, tindakan
penyalahgunaan wewenang dan tindakan sewenang-wenang.
Pelayanan
publik merupakan program nasional untuk memperbaiki fungsi pelayanan
publik, pelayanan publik diartikan sebagai kewajiban yang harus
dilaksanakan oleh Pemerintah untuk memenuhi hak-hak warga masyarakat.
Pelayanan publik dibatasi pada pengertian pelayanan publik merupakan
segala bentuk pelayanan sektor publik yang dilaksanakan aparat
pemerintah dalam bentuk barang dan atau jasa, yang sesuai dengan
kebutuhan masyarakat dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelayanan
publik merupakan sarana pemenuhan kebutuhan mendasar masyarakat untuk
kesejahteraan sosial. Sehingga perlu memperhatikan nilai-nilai, sistem
kepercayaan, religi, kearifan lokal serta keterlibatan
masyarakat. Perhatian terhadap beberapa aspek ini memberikan jaminan
bahwa pelayanan publik yang dilaksanakan merupakan ekspresi kebutuhan
sosial masyarakat. Dalam konteks itu, ada jaminan bahwa pelayanan publik
yang diberikan akan membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Selain itu, masyarakat akan merasa memiliki pelayanan publik tersebut
sehingga pelaksanaannya diterima dan didukung penuh oleh masyarakat.
Citra
layanan publik di Indonesia, dari dahulu hingga kini, lebih dominan
sisi gelapnya ketimbang sisi terangnya, selain mekanisme birokrasi yang
bertele-tele ditambah dengan petugas birokrasi yang tidak profesional.
Sudah tidak asing kalau layanan publik di Indonesia dicitrakan sebagai
salah satu sumber korupsi dan sangat beralasan kalau World Bank, dalam World Development Report 2004, memberikan stigma bahwa layanan publik di Indonesia sulit diakses oleh orang miskin, dan menjadi pemicu ekonomi biaya tinggi (high cost economy) yang pada akhirnya membebani kinerja ekonomi makro, alias membebani publik (masyarakat). Jadi
sangat dibutuhkan peningkatkan kualitas dan menjamin penyediaan
pelayanan publik serta memberi perlindungan bagi warga negara dari
penyalahgunaan wewenang (abuse of power) dalam penyelenggaraan
pelayanan publik oleh pemerintah. Secara konstitusional, juga merupakan
kewajiban negara melayani warga negaranya untuk memenuhi kebutuhan
dasarnya dalam rangka pelayanan publik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar